The Words: Sebuah Film Tentang Kata

The Words adalah sebuah film yang rilis pada tahun 2012 dan salah satu film bagus yang terlalu terlambat saya tonton, karena saya baru menonton film ini empat tahun setelahnya, dan saya menyesali ini, sungguh.

Film ini memang bergenre drama, tapi tenang saja, ini bukan jenis film drama yang menye-menye alias bikin kamu nangis bombay dan sesenggukan sembari meratapi nasib pemerannya, meski begitu saya juga tidak bilang kalau ini bukan film sedih, hanya saja film ini terlalu tenang, dialognya khas film-film western yang ritmenya cepat dan panjang-panjang di tambah musik yang buat saya pas sekali dengan filmnya. Yang sedikit membingungkan adalah alur dan tokoh-tokohnya.

Bagian pertama film dibuka dengan adegan Clay Hammond (Denis Quaid) yang membacakan sebuah novel di acara peluncuran buku, dan tentu saja yang ia bacakan adalah novelnya sendiri, sebuah novel dengan judul The Words.

Didalam The Words, Clay menceritakan Rory Jansen (Bradley Cooper), seorang penulis muda yang berjuang agar tulisannya di terima oleh perusahaan penerbit, bersama istrinya Dora (Zoe Saldana), ia menghabiskan bertahun tahun dengan keyakinan--juga keraguan--akan masa depannya menjadi penulis. Sampai suatu hari, sebuah perusahaan akhirnya menerbitkan novel miliknya, The Window Tears, dan novel ini luar biasa sukses. Yang tidak orang lain tahu, bahkan Dora, novel ini bukanlah karyanya sendiri. Rory menemukan lembaran kertas di dalam tas tua miliknya--yang dibelikan Dora saat mereka berlibur ke Paris--ternyata adalah sebuah novel. Berkat novel tersebut, hidup Rory dan Dora berubah, dan novel tersebut menjadi pembuka jalan untuk kesuksesan novel-novel Rory yang lain. Sampai suatu hari, datang seorang Lelaki Tua (Jeremy Irons) yang menceritakan kisah hidupnya dan bagaimana ia kehilangan keluarga sekaligus hartanya; sebuah novel.

The Window Tears hanyalah novel tipis yang mencerikan seorang lelaki muda (Ben barnes) yang awalnya adalah seorang prajurit asal Amerika pada PD II dan kemudian memilih menetap di Paris demi seorang gadis yang di cintainya dan menjadi seorang jurnalis disana. Kehidupan tenang yang didapatnya berubah seketika saat ia kehilangan putrinya yang masih bayi karena suatu penyakit, dan ternyata ini juga berdampak pada hubungannya dengan wanita yang dicintainya. Sang istri yang berduka memilih untuk kembali ke rumah orang tuanya, dan pada saat dirinya benar-benar kehilangan itulah ia menuangkan segala kesedihannya dalam sebuah novel. Setelah menyelesaikan cerita tersebut, ia mengirimkan tulisannya kepada sang istri, dan sang istri memutuskan untuk kembali. Namun dalam perjalanan pulang, tas yang berisi lembaran cerita tersebut tertinggal di kereta.

Tiga lelaki--yang semuanya adalah penulis--yang sebetulnya memiliki kisah saling berkaitan, yaitu kehilangan orang yang dicintai karena kecintaan mereka pada "kata" ternyata lebih besar. Rory yang kehilangan cinta istrinya saat ia mengakui bahwa tulisan itu bukanlah miliknya dan Si Pemuda yang justru meningalkan istrinya saat tahu bahwa tulisan tersebut hilang. Dan cerita menarik juga terjadi ketika Clay bertemu dengan seorang gadis muda yang penuh antusias bernama Daniela (Olivia Wilde) dan bagaimana ia akhirnya terjebak dalam percakapan-percakapan yang membuatnya tarpaksa bercerita mengenai masa lalunya.

Saya sudah katakan bahwa film ini memiliki alur maju-mundur yang sedikit membingungkan, dengan adegan dari ketiga tokoh yang bergantian secara acak, dan seorang tokoh lelaki tua sebagai benang merah, tapi bagi penyuka film-film drama pasti tidak akan sulit untuk mengerti dan menikmati film ini.

Dari kesemuanya, percakapan Clay dan Daniela di akhir cerita lah yang paling manarik bagi saya, bagaimana seorang perempuan muda berhasil memaksa seorang penulis terkenal untuk bicara mengenai novelnya, dan daniela mendapat jawaban yang tidak pernah dia bayangkan;

                        "What really happened, Clay. you know i'm not talking about the book, 
                         why you afraid of, tell me the true?"
                        "You're very talented, Daniella. But at some point, you have to choose
                         between life and fiction. The two are very close but they never actually touch. 
                         They're two very very different things"

Oh, bukan hanya Daniela yang terkejut dengan jawaban Clay, tapi saya juga.


Komentar

Postingan Populer