Perempuan Kedua dalam Epos Ramayana dan Mahabharata
Siapa yang tak tahu Krisna, Arjuna, Rama dan juga Rahwana. Kalaupun tidak tahu dengan seluruh kisah hidupnya, minimal kita familiar dengan nama-namanya, ya, mereka adalah kesatria tanpa tanding dalam epos hindu paling terkenal; Ramayana dan Mahabharata. Dalam kisah penuh pertarungan antara kebaikan melawan kejahatan tersebut, kita juga di suguhkan dengan cerita yang penuh makna filosofis mengenai kekuatan para dewa, kepahlawanan para kesatria juga kebijakan para brahmana. Tapi bukan hanya itu, epos ini tak akan lengkap jika tak ada kisah mengenai para perempuan yang kemasyurannya bahkan melebihi para kesatria maupun dewa, maka siapa yang tidak tahu Drupadi, perempuan yang lahir dari api yang juga istri kelima Pandawa itu, dan siapa yang tidak tahu Sinta, istri dari Sri Rama dan merupakan penjelmaan dari Batari Laksmi. Mereka adalah sentra dari kedua epos ini, tanpa peran keduanya, kemungkinan besar tidak akan ada pertempuran besar di padang Kurusestra atau usaha pencarian sebuah negeri bernama Alengka yang melibatkan pasukan kera.
Saya termasuk yang familiar dengan kisah pewayangan, terutama kedua epos ini, bukunya saya baca berkali-kali, versi indonesia yang di tulis Nyoman S. Pandit maupun versi India yang ditulis oleh G. Rajagopalachari dan P.Lal atau komik RA. Kosasih yang saya baca ketika sekolah dulu. Saya juga pernah membayangkan akan bertemu Arjuna yang tampan atau Krisna yang Bijaksana, atau pernah membayangkan bahwa saya adalah Srikandi, kesatria perempuan yang kisahnya pernah menjadi sebuah judul sinetron kolosal, dan terkenal pada jamanannya. Meski tokoh dalam epos ini tidak berubah, tapi ceritanya memiliki banyak versi yang sungguh membuat saya memutar otak, dan terdapat perbedaan yang mencolok antara versi India dengan versi Indonesia terutama dalam pewayangan, tapi bukan itu yang ingin saya tulis disini. Sejak dulu, saya selalu tertarik membaca kisah para perempuan dalam epos ini, tapi bukan para perempuan yang menjadi tokoh utama tapi para perempuan kedua, ya, bukan Drupadi tapi Subadra, bukan Sinta tapi Mandodari.
Dalam wiracarita Mahabharata Subadra adalah istri Arjuna, yang dinikahi setelah Pandawa menikahi Drupadi, dan di hampir semua versi kisahnya hanya sedikit sekali, seakan satu-satunya peran penting adalah karena ia melahirkan Abimanyu. Subadra selalu di gambarkan sebagai perempuan pendiam, penurut, lemah lembut namun memiliki kecerdasan tinggi dan kebijaksanaan yang di pelajari dari kakanya Baladewa dan Krisna. Tapi tahukan bahwa Subadra juga memiliki keberanian dan ketegaran yang sama besar dengan yang dimiliki Drupadi? saya bahkan melihatnya lebih besar. Drupadi menjadi simbol feminisme dalam budaya patriarki masyarakat india, tapi ini terjadi setelah ia menentang semua kesatria yang menjadikannya sebagai taruhan dalam perjudian antara Yudistira dan Duryudana, lalu mengutuki mereka satu persatu dengan amarahnya. Tapi Subadra memiliki simbol feminisme jauh sebelum Drupadi melakukannya, ini diceritakan pada bagian dimana ia menikah dengan Arjuna.
Pernikahan para putri kerajaan dalam epos hindu biasanya melalui pertarungan yang melibatkan para kesatria, dan para putri akan menikahi siapa saja pemenangnya, tak terkecuali istri kelima Pandawa. Tidak seperti Drupadi yang tak punya pilihan ketika dimenangkan Arjuna dan terpaksa harus menikahi kelima pandawa, Subadra tak pernah membiarkan dirinya menjadi pertaruhan kesatria manapun, ia memilih sendiri Arjuna sebagai suami, bahkan karena pertentangan antara Arjuna dengan Baladewa, ia dengan berani melarikan Arjuna untuk menghindari peperangan dan bahkan mengendarai sendiri keretanya. Bagi saya ini sikap penting yang ditunjukan Subadra, ia tak membuat keputusan dengan amarah.
Kesedihan jadi akan panjang
Sedang usia O pendek sekali
Kabut membentuk berpuluh cerita
Leyehkan pelan kasunyianmu O Rahwana
Di sisi sunyinya
Sunyi Sinta dan pohon Nagasari
Aku peran tak ditakdirkan
Aku masih 'kan mencintaimu Yaksa Tua
Karna kau lelaki
Lelaki yang memalsukan dirinya
Burung pungguk memandang malam
O, datang gelap datang nyanyi
Katak-katak dari semak yang tergenang
Tentang Sinta yang bertopang di punggung ikan hiu
Takhtamu yang kosong
O aku mungkin cumalah
Pemahat yang tak ingin melukai
Pahatan ikanku
Kar'na sedih akan menjadi panjang
Kesedihan jadi akan panjang
Sedang usia O pendek sekali
Kabut 'kan memahat berjuta cerita
Tidak banyak cerita mengenai Mandodari, bahkan dalam versi Walmiki sekalipun. Tapi Mbah Jiwo menjabarkan banyak hal yang tak di jelaskan dalam epos Ramayana, terutama bagaimana jalan pikiran Mandodari. Saya hanya tahu bahwa Mandodari adalah perempuan yang lahir dari keluarga Brahmana, sama seperti Rahwana yang ber ayahkan Resi Wisrawa. Tapi satu hal yang saya tahu, Mandodari adalah perempuan yang dipilihkan Keikesi untuk merawat Rahwana yang di gambarkan sebagai Yaksa (Raksasa). ketika Yaksa tua itu sibuk berperang dalam memperebutkan Sinta, Mandodari tetap ada untuk mengurusi hal-hal yang di lupakan Rahwana karena rasa cinta dan ambisi pada perempuan yang menjadi reinkarnasi Dewi Widowati itu. Mandodari tahu, bahwa kelahiran Sinta adalah akhir hidup bagi suaminya, juga akhir bagi Alengka. Tapi ketika Sinta menjadi tawanan di Alengka, ia memperlakukan Sinta dengan baik dan juga memberikan tempat terbaik, meski pada akhirnya Sinta sendiri memilih untuk tinggal di bawah pohon nagasari. Mandodari pasti melakukan ini karena rasa cinta yang besar pada suaminya, meski Rahwana bahkan tidak tahu itu.
Subadra maupun Mandodari hanya tokoh yang menggenapi kisah dalam epos Mahabharata dan Ramayana, mereka mungkin hanya perempuan kedua yang perannya tak banyak di perhitungkan. Tapi bagi saya tetap saja penting, entahlah, ini pasti karena saya berpikir Drupadi adalah perempuan yang penuh dengan amarah dan Sinta yang terlalu lemah.
Komentar
Share tulisan lagi dong mbak tentang tokoh2 pewayangan perempuan 😘