Drawing for Self-Healing

Mendekati Agustus tahun ini, saya lebih sering cemas. Banyak hal yang saya pikirkan bersamaan: pekerjaan, masa studi yang mendekati akhir, dan rencana-rencana. Pikiran saya jadi bising sekali. Akibatnya saya kesulitan tidur malam, lalu bangun pagi dengan rasa lelah yang menyebalkan.

Saya ingin santai, bepergian sendiri lalu bertemu orang-orang baru. Tapi itu sulit sekali dilakukan di masa pandemi ini. Belum lagi peneliatian akhir yang harus segera selesai. Karena itu saya jadi banyak menahan diri, bertemu kawan sesekali, membaca buku, menyempatkan lari sore, dan menggambar.

Perihal menggambar, sebetulnya ini hanya hobi lama. Sejak kecil saya terbiasa bermain-main dengan kuas dan cat air. Peralatan menggambar saya terbilang lengkap, meskipun beberapa tahun belakangan ini saya lebih suka membuat sketsa, dan mengabaikan cat air. Alasannya sedehana saja, membuat sketsa lebih mudah dan tidak repot, saya bisa melakukan itu dimana saja; saat santai di kantor atau duduk di kedai kopi kesukaan, sayapun hanya perlu kertas dan pensil. Namun satu tahun belakangan ini saya sedang bersemangat dengan cat air, sesuatu yang pernah saya tinggalkan dulu. Seru sekali rasanya bermain dengan cat air, melakukan tehnik pewarnaan dan gradasi. Saya bisa menghabiskan berjam-jam untuk kegiatan ini. Biasanya ditemani lagu-lagu kesukaan, seperti lagu-lagu Nadin Amizah atau The Civil Wars yang musiknya khas sekali dengan genre folk and ballad-nya. Genre kesukaan saya.

Asiknya, menggambar ternyata memberi efek tenang. Saya mencoba mengontrol emosi dan fokus pada gambar yang saya ingin buat, bukan pada suara-suara bising di kepala saya. Setelahnya, saya jadi lebih bisa menerima semua emosi yang hadir: rasa kecewa, sedih, marah, takut, dan bingung. Kalau dulu rasa kecewa dan marah saya lawan, kali ini tidak, saya biarkan mereka ada, toh, itu tidak membuat saya lupa rasanya bahagia dan bersyukur atas hidup.

Saya bagikan beberapa hasil lukisan saya.